1. Kacamata burung hantu
Tuan Burung Hantu berjalan melewati jalan yang penuh dengan pohon
bram. Dan tebaklah siapa yang dilihatnya? Willie, anak beruang. Dia
duduk diam dengan roknya pada sebuah semak pohon bram.
“Tuan burung hantu,” serunya, agak tersedu. “Maukah kau menolongku?
Rokku tersangkut pada duri-duri.”
Tuan Burung Hantu melihat lagi tambah marah dan mendengus:
“Aku tidak mau membantumu! Kau seekor beruang bodoh. Kau harus
melihat dengan baik dimana kau berjalan.”
Tanpa melihat sekali lagi kepada Willie, dia melangkah memasuki
pondoknya.
“O, o,” keluhnya. “Alangkah letihnya mataku. Aku hampir tidak bisa
lagi melihat. Aku akan tiduran sebentar.”
Dengan segera dia merebahkan diri di atas dipan dan dengan segera
dia tertidur nyenyak. Dia mendengkur. Ada 1 jam lamanya. Ketika dia
bangun matanya masih lelah. Tuan Burung Hantu mengusap wajahnya dan
ketika dia menyudahi bahwa kacamatanya tidak ketemu.
“Tuhanku,” pikirannya. “Dimana kacamataku?”
Dia mencari dan mencari ke seluruh kamar. Di bawah dipan, di bawah
meja, dan di bawah almari. Tetapi kacamatanya tidak ada dimana pun.
Dan ya, bagaimana sekarang seekor burung hantu tanpa kacamata! Itu
bukan burung hantu yang sesungguhnya.
Tiba-tiba dia tahu sesuatu. Dia telah menghilangkan tentu saja
kacamatanya di jalan yang penuh pohon. Di sana, dimana Willie berada
di semak belukar. Dia berjalan keluar pintu tetapi untuk mendapatkan
pintu itu tanpa kacamata tidak mungkin dilakukan. Di luar di jalan
yang berpohon-pohon, dengan sempoyongan dia berjalan terus. Di sana
Willie memetik pohon-pohon bram. Roknya tidak tersangkut lagi di
semak-semak.
“Bantu aku mencari?” pinta burung hantu. “Aku telah kehilangan
kacamataku.”
“Ya, baik,” seru Willie dan dia merangkak untuk mencari kacamata
burung hantu di atas lumut. Willie punya mata yang bagus dan itu
berlangsung tidak lama dia telah menemukan kacamata itu tersembunyi
di bawah rumput. Tuan burung hantu sendiri tidak pernah bisa
menemukan kacamata itu kembali.
“Ini, ambillah,” katanya ramah.
“Terima kasih banyak,” kata tuan burung hantu dan dia memasang cepat
kacamatanya. “Apakah kau tidak marah kepadaku?” tanya dia.
“Kenapa?” katanya.
“Sebab aku tidak menolongmu ketika rokmu tersangkut di semak-semak
dulu.”
“Tidak, kawan,” Wollie tertawa. “Aku telah melupakannya.”
“Lain kali aku akan menolongmu,” kata tuan burung hantu. Dan dia
berpikir : “Aku akan menolong semua orang yang mebutuhkan aku karena
jika Willie tidak membantu aku, kacamataku tidak pernah ditemukan
lagi.”
2. Tiga bola sihir
Pada suatu waktu, berdirilah sebuah puri di atas sebuah gunung yang
tinggi. Orang-orang yang tinggal di lembah setiap hari melihat ke
gunung yang tinggi itu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Mereka tidak mengerti sedikit pun bagaimana puri putih yang indah
itu tiba-tiba sudah berada di sana.
Aku tahu semua, tetapi biarlah, orang-orang itu tidak menanyakan hal
itu kepadaku. Jadi aku tidak pernah menceritakan kepada mereka.
Tetapi kepada kalian, aku akan bercerita. Dengarkanlah.
Pada suatu hari, sangat lama berlalu ada tiga bola sihir bergulir di
atas jalan. Seorang ahli sihir telah menghilangkannya. Seekor anjing
melihat bola-bola itu menggelinding. Dia mengambil satu bola dan
memakan habis. Tiba-tiba anjing itu berubah menjadi seorang pangeran
yang pintar. Dia mengikuti dua bola lainnya. Datanglah seekor
kucing. Dia melihat dua bola dan mengambil satu. Lalu dimakannya.
Dan lihat, kucing itu tiba-tiba menjadi seorang permaisuri yang
bersih dengan rambut keemasan dan keriting. Pangeran memberi Sri
Ratu tangannya dan bergandengan mereka berjalan mengikuti bola yang
masih tersisa. Bola itu berjalan ke gunung tinggi dimana puncaknya
bercokol.
Pada waktu Pangeran dan Permaisuri juga datang ke puncak gunung,
bola sihir itu tiba-tiba menjadi sebuah puri. Kastil itu sangat
indah dan sangat cantik sehingga Pangeran dan Permaisuri segera
tinggal di sana.
Aku tidak tahu apakah mereka masih tinggal di sana karena itu
terjadi sudah lama berlalu.
3. Musim semi dalam hutan jin berpeci kerucut
Masih ada terjadi cuaca jelek dalam hutan jin berpeci kerucut.
Tetesan hujan besar berjatuhan ke bawah.
“Tik, tik, tik, tik,” terdengar di atas dedaunan dari pohon-pohon.
Udara juga dingin.
Jin berpeci Junnie berjalan dengan sebuah jas musim dingin yang
tebal pada jalan hutan. Dia menggigil kedinginan dan jenggot
putihnya basah kuyup.
“Fui, fui,” dia bersungut. “Alangkah dinginnya udara. Dimana musim
seminya? Mengapa pula matahari tidak bersinar?”
“Siapa yang aku dengar bersungut semacam itu?” terdengar suara dari
peri musim semi yang baru saja datang ke dalam hutan.
“Akulah yang bersungut itu,” seru Junnie.
“Dan mengapa bersungut seperti itu?” tanya peri musim semi dan dia
pergi ke dekat dimuka Junnie berdiri.
“Sebab hari demikian dingin dan karena musim semi tetap berlangsung
begitu lama. Dan matahari tidak terbit? Semua bunga sudah berada di
sana, tetapi mereka tidak berani membuka daun-daun mereka sebab hari
terlalu dingin...”
Peri musim semi mulai tertawa.
“Kau harusnya tidak begitu, tidak sabaran, jin berpeci kerucut,
Junnie,” katanya dengan suara lembut. “Sekarang baru saja musim semi
yang akan kau lihat.”
Peri mengayunkan dengan tongkat sihirnya kesana kemari. Dan
tiba-tiba hujan berhenti. Matahari mulai bersinar dengan riangnya.
Udara menjadi hangat dan enak dalam hutan. Semua bunga-bunga membuka
kelopak daunnya. Bunga kuda, bunga bulan Mei, bunga mentega, dan
juga bunga Pantekosta.
Telah terjadi satu kali pesta musim semi dalam hutan.
Junnie membuka cepat jas musim dinginnya yang tebal dan mulai
bernyani sebab sekarang sudah musim semi.
4. Permaisuri Zilverhaar
Hari musim semi yang terang benderang. Matahari awal tahun sudah
memberi banyak kehangatan dan mengasyikkan. Oleh karena itu
Permaisuri Zilverhaar mau menunggang kudanya. Dia menunggang di aats
pegunungan yang hijau. Rambut perak panjangnya berkilau seperti
bintang-bintang pohon kesemek dan pipinya kemerahan yang terlihat
seperti buah apel merah. Dia berkuda dengan kecepatan tinggi dan
tidak memperhatikan bahwa sudah mencapai di kawasan raksasa Grawel.
Tiba-tiba dia berada dalam sebuah jaring tembus pandang bersinar
hijau dan tak lama kemudian raksasa Grawel sudah menyumpal mulutnya.
“Kau adalah seorang permaisuri yang cantik,” tawanya kasar. “Aku
akan membawamu pulang. Rambut perakmu aku jual dan aku akan
menelanmu nanti malam.” Permaisuri begitu terkejut. Tetapi ya, apa
yang harus dia perbuat? Dia tidak tahu. Dan sampailah dia di rumah
raksasa. Di sana raksasa meletakkan permaisuri di atas meja dan
berkata:
“Kau tenanglah duduk di sini karena aku masih harus beristirahat
sejenak. Bila aku bangun, aku segera akan memasak dan memakanmu.”
Raksasa menutup matanya dan segera jatuh tertidur. Permaisuri
berjalan ke tepi meja besar dan melihat kebawah.
Oui, betapa tingginya meja ini. Terlihat ada sebuah rumah. Dia tidak
dapat melompat ke sana. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia
memandang ke jendela. Jendela itu terbuka. Dia mendengar kudanya
meringkik dalam kebun. Tiba-tiba dia mendapat sebuah ide. Dia akan
menggelitiki raksasa dalam hidungnya. Sampai begitu lama, sampai
raksasa bersin.
Dari meja dia memanjat ke atas bahu raksasa dan menyusuri jenggotnya
menuju kearah hidungnya. Dia sampai ke atas kumis raksasa dan mulai
menggelitiki dalam hidung.
“Hatsyiiiii!!!” raksasa bersin.
“Dan dengan sekuat tenaga disertai bakat luar biasa Permaisuri
Zilverhaar terbang keluar jendela. Dia mendarat tepat di atas pelana
kudanya. Dengan segera dia memecut kudanya lari dengan kecepatan
tinggi. Dan sebelum raksasa menyadari apa yang sudah terjadi,
permaisuri itu sudah menghilang. Kembali ke istananya, tempat
Zilverhaar tinggal.
5. Gudang mainan
Ada sebuah gudang mainan dalam kebun. Milik Rita, seorang gadis
kecil.
Gudang berdiri sendiri di atas rumput. Rita sudah bermain di sana,
tetapi sekarang dia akan melakukan sebuah istirahat kecil tengah
hari. Itu diperintahkan oleh ibunya.
Tak lama datanglah sebuah boneka kecil melangkah di lapangan rumput.
Dia tetap berdiri di muka gudang mainan dan berpikir:
“Oh, alangkah cantiknya sebuah gudang boneka itu. Kesanalah aku
paling baik tinggal.”
Boneka kecil melihat melalui jendela-jendela, tetapi dia tidak
melihat seorang pun.
“Tidak ada sebuah boneka pun di dalamnya,” pikirnya. “Aku paling
baik tinggal di dalam gudang ini, karena aku tidak punya rumah.”
Pertama sekali dia memasuki dapur. Di sana sudah kompor bersama
panci-panci di atasnya. Oh alangkah bagusnya.
Kemudian dia melangkah masuk ke dalam kamar. Di sana ada sebuah meja
kecil dengan dua kursi di sebelahnya. Boneka kecil membuka roknya
dan berbaring di tempat tidur. Oh betapa lembutnya kesenangan itu.
Boneka kecil sudah tidur banyak, jadi dia sudah tidur cepat.
Pada waktu Rita, sesudah istirahat tengah harinya, datang ke kebun
dengan Ibu, mereka berjalan segera ke gudang mainan. Dan di sana
mereka melihat boneka kecil berbaring di tempat tidur kecil pula.
“Ada sebuah boneka di tempat tidur!” seru Rita sangat nyaring.
Ya, boneka kecil juga terkejut sehingga dia sama sekali merangkak di
bawah seprai.
“Kau harus berbicara sedikit lembut kepada bonek kecil!” kata Ibu.
“Kalau tidak boneka kecil menjadi takut.”
“Kau tidak usah takut, boneka kecil,” kata Rita dengan suara lembut
dan sangat manis. “Singkirkan saja seprai itu. Aku tidak marah
padamu.”
Dengan sangat hati-hati boneka kecil menyibak seprai dan dia
bertanya:
“Bolehkah aku tinggal dalam gudang boneka ini?”
“Ya sayang,” kata Rita. “Kau boneka yang sangat kecil. Kau sangat
cocok dalam tempat tidur kecil itu.”
“Maukah kau menjadi ibu boneka-bonekaku?” tanya boneka kecil lagi.
“Aku ingin sekali,” kata Rita.
Dia melihat kepada Ibunya dan berseru:
“Sekarang aku juga seorang ibu, seeprti Anda. Itu menyenangkan!”
Ibu tertawa.
“Pasti menyenangkan, Sayang,” katanya. “Dua ibu. Kau tahu apa yang
aku lakukan? Aku akan menyiapkan cepat secangkir teh untuk dua ibu!”
“Boneka kecil juga menerima secangkir teh?” tanya Rita.
“Tentu saja,” kata Ibu.
Tak berapa lama mereka duduk minum teh bertiga dengan menyenangkan.
6. Burung gundul
Dalam kebun Bert duduk seekor burung kecil menangis. Dia sangat
menderita. Dia tersedu dan tersedu.
Bert yang duduk di dalam mendengar itu. Dia berjalan kearah burung
kecil. Dan ketika Bert melihat, burung itu sudah tidak punya bulu
lagi. Hanya di kepala tumbuh rambut barang beberapa helai.
Selebihnya botak sama sekali.
Bert memandang burung kecil itu dengan penuh rasa iba.
“Bagaimana bisa sampai kau kehilangan bulu-bulumu? Tanya dia.
Aku telah terbang menyusuri kawat berdiri,” sedu burung kecil. “Dan
ketika sadar aku sudah kehilangan bulu-buluku. Bodoh, kan?”. Bert
melihat kawat berduri dan memang benar, burung kecil itu tidak
bercanda karena semua bulu terletak di sana di atas rumput.
“Jangan menangis lagi,” kata Bert.”Aku akan membantumu!”. Dia
memungut semua bulu itu dan membawanya pulang, sesudah itu dia
mengambil sekaleng lem. Dengan hati-hati dia mulai mengelem
bulu-bulu itu satu demi satu ke tubuh burung kecil itu.
Kemudian dia harus membiarkan kering di bawah sinar matahari selama
1 jam agar lemnya menempel dengan kuat.
Bert bercerita selama menunggu itu sehingga tidak terasa lem itu
sudah mengering.
Pada saat cerita habis, lem kering dan burung kecil itu dapat
terbang lagi.
7. Kembang matahari
Tiap hari Frans kecil berdiri memandangi kepada jago keemasan sampai
berdiri di atas sebuah menara yang tinggi.
“O, o,” katanya.”Sayang sekali kau berada di menara yang sangat
tinggi. Aku sangat ingin melihat ayah jago keemasan dari dekat.”
Tetapi ya, Frans kecil tidak tahu bagaimana dia mencapai di atas
puncak menara, jadi dia hanya pulang ke rumah. Pada suatu kali dia
berdiri lagi di samping menara itu tiba-tiba jatuhlah sebuah bunga
matahari kecil ke bawah, sangat dekat di depan kakinya berada.
“Tanami aku,” kata kembang matahari.
Frans yang sangat menyujai bunga-bunga, melakukan dengan segera.
Tak lama kemudian bunga matahari itu tiba-tiba tumbuh.
“Duduklah ke atas batangku,” kata kembang matahari.
Frans melakukan itu karena dia bisa paling baik. Dia duduk sangat
nyaman. Itu seperti dia duduk di atas kursi sandaran ayah.
Tja, dan apa yang terjadi selanjutnya?
Tangai bunga matahari tumbuh dan tumbuh. Dia menjadi sangat tinggi
seperti menara. Frans naik sampai ke dekat ayam jago keemasan
berada. Dia bisa melihat sekarang sangat baik dari dekat.
“Apa kau nilai aku sangat bagus?” tanya ayam jago keemasan itu.
“Kadang-kadang!” seru Frans.
Dia mengelus dengan jari-jarinya di atas bulu-bulu keemasan.
“Permisi!” seru ayam jago keemasan.”Sekarang kau turunlah lagi,
kawan.”
Dan begitulah kejadiannya.
Tangkai bunga matahari menjadi makin pendek dan makin pendek. Bahkan
sesudah itu Frans berdiri di atas tanah.
Bunga matahari lagi menjadi sebuah bunga matahari yang sangat kecil.
Dan tiba-tiba bunga lenyap.
“Sayang sekali,” menurut Frans.
Tetapi dia puas karena sekarang dia sudah melihat ayam jago keemasan
itu dari dekat.
8. Minuman segar dari jin bertopi kerucut Fris
Dalam toko kecil milik jin bertopi kerucut Fris, kau bisa membeli
berbagai jenis minuman segar. Dia menjual limun dalam berbagai rasa.
Seperti frambus, bram, pohon kers, arbe, nenas dan bahkan rasa pir.
Di depan tokonya, di atas anak tangga berdirilah botol-botol dalam
sebuah rak. Tiap rasa dalam tiap botol. Itu dianggap perlu oleh jin
bertopi kerucut Fris karena untuk memudahkan para pelanggan yang
datang membeli. Mereka bisa melihat semua dari luar, rasa yang mana
ingin dibeli.
Kini ada 2 jin bertopi kerucut yang nakal dalam desa. Mereka bernama
Pekker dan Gappie. Setiap pagi mereka memegang sebelum mereke pergi
ke sekolah berulang-ulang tiap satu botol dari rak. Mereka meminum
sampai kosong tetap mereka tidak bayar. Akibatnya jin bertopi
kerucut Fris merasa jengkel sekali.
Pada suatu pagi dia mengisi botol limun yang kosong dengan air garam
dan meletakkan di rak. Dia sendiri pergi berdiri ke balik sebuah
gordin dan mengintip apakah pemuda jin bertopi kerucut nakal sudah
datang. Ya benar.
Sebelum jam sembilan mereka datang berjalan. Mereka tidak melihat
jin Fris, jadi mereka segera memegang tiap satu botol. Dengan cepat
mereka membuka tutup botol, membawa botol ke mulut melakukan suatu
tegukan yang berani. Tetapi O ........... alangkah kaget mereka.
Mereka mendapat sebuah rasa asin dan jorok dalam mulut mereka.
Kerongkongan mereka terasa terbakar. Mereka mulai batuk dan bersin
keras serta memuntahkan cairan asin di atas jalanan. Tetapi dalam
mulut mereka tetap tinggal rasa yang tidak enak. Dengan sapu-tangan
mereka, mereka mencoba membersihkan gigi dan lidah mereka. Tetapi
tidak berhasil. Rasa asin yang tajam tetap terasa.
Itu karena kesalahan mereka. Karena kau boleh melakukan sesuatu
apapun asalkan tidak merugikan orang lain.
9. Sapi cerdik
Pada suatu ketika ada seekor beruang yang punya sebuah sarang pada
sisi pada suatu hutan. Setiap hari dia melihat kepada seekor sapi
yang sedang merumput dalam sebuah pada rumput di sekitar tempat itu.
Oh alangkah lezatnya, pikir beruang, jika menyantap daging sapi. Dia
belum pernah mencicipinya dan pastilah lezat. Siang hari beruang itu
tidak berani mendekati sapi. Karena petani yang punya sapi itu
bekerja di ladang yang terletak di samping padang rumput. Sedangkan
pada malam hari sapi itu selalu dibawa ke dalam kandang
Namun pada suatu malam hangat dan cantik, petani membiarkan sapi itu
berada di luar. Lalu si beruang berpikir:
“Nanti malam aku akan makan habis sapi itu.”
Tengah malam waktu semuanya terlelap, beruang melangkah ke arah
sapi. Membuka moncongnya lebar-lebar dan berkata:
“Aku punya hasrat dengan daging sapi. Aku akan makan habis kau!”
“Oh jangan, beruang yang baik,” ucap sapi ketakutan. “Jangan lakukan
itu.”
Beruang melangkah lebih dekat selangkah ke arah sapi dan akan
menciuminya. Sapi menggigil ketakutan pada kaki-kakinya. Tiba-tiba
ia melihat sumur.
“Kau boleh memakanku habis,” katanya. “Tetapi kau pastilah
menganggap tidak menyenangkan, jika aku akan melenguh nyaring, ya?
Kalau aku melenguh, petani akan bangun dan menembakmu dengan sebutir
peluru.”
“Apa yang kau inginkan?”
“Melakukan sebuah permainan kecil.”
“Permainan macam apa?”
“Aku akan berdiri sedikit menjauh dan kau harus mendekatiku dengan
mata tertutup. Itulah permainan yang kuanggap menyenangkan. Jika kau
dapat memegang saya, kau boleh memakanku. Aku tidak akan melenguh.”
“Baik, itukah yang kau inginkan! Aku setuju, kawan,” dengus beruang
dan dia menutup matanya.
Sapi dengan cepat pergi berdiri ke belakang sumur sapi dan berseru:
“Mari sini! Mari sini!”
Sambil mendengkur beruang datang mengejar. Dia sama sekali tidak
tahu bahwa ada sebuah sumur di padang rumput, yang penuh air. Dengan
sebuah bunyi ceburan dia jatuh lunggang-langgang dan tenggelam ke
sumur.
Sapi mulai melenguh nyaring. Petani bangun dan berjalan cepat menuju
padang rumput. Pada waktu dia melihat beruang tercebur di dalam
sumur, mengertilah dia apa yang sedang terjadi. Untuk memastikan
semua dia membawa sapi itu ke dalam kandang.
10. Raja sakit
Raja Singa dari kerajaan binatang sangat tidak menyukai matahari.
Dia menyukai dingin, hari-hari berkabut. Dari angin timur laut yang
dingin.
Ketika matahari bersinar dia membiarkan semua gorden dalam purinya
bergerak menutup. Tidak muncul sinar dalam kamar-kamar. Baru pada
waktu matahari menghilang, gorden boleh dibuka.
Pada suatu hari Raja masuk angin. Dia bersin berulang-ulang dan
berulang-ulang lagi. Di atas tempat tidurnya terletak tujuh selimut
wol dan namun Raja masih kedinginan.
Permaisuri datang sambil membawa air jeruk hangat ke tempat ridurnya
dan memberinya pula sebuah kendi dengan air hangat. Tetapi semua itu
tidak membantu. Dia tetap bersin saja dan sebagai tambahan atas
semua kecelakaan itu dia mulai pula batuk-batuk. Dokter Beruang
sudah dipanggil. Dia berkata:
“Anda demam, Tuanku! Tujuh hari telah di bawah selimut.”
Dokter Beruang menulis resep obat. Obat tidur dan obat batuk. Tujuh
hari kemudian Raja boleh keluar tempat tidurnya.
“Pergilah duduk dalam sinar matahari,” ucap Dokter.
“Aku tidak suka pada matahari,” deru Raja.
Dokter Beruang menggelengkan kepalanya.
“Itu tolol, Raja!” katanya lagi. “Karena matahari menjadikanmu lebih
cepat sehat.”
Tetapi Raja tidak mau matahari dalam istananya. Gorden-gorden gelap
tertutup sampai malam tiba. Raja tidak mengacuhkannya. Dia tetap
merasa dirinnya lemas dan bosan. Sesudah satu minggu sakit, Raja
merasa bosan luar biasa. Binatang-binatang melihat Raja mereka
dengan rasa kaget. Hari ini belum mereka lihat sebelumnya. Sementara
itu Raja membiarkan rambutnya disinari dengan cahaya matahari
hangat.
Dan tiap-tiap langkah dia merasa tubuhnya semakin membaik. Pada
akhir dari perjalanan dia berseru gembira:
“Aku sehat lagi! Aku merasa lebih sehat lagi. Dan itu berkat
matahari.”
Sejak saat itu Raja Singa semakin lama semakin menyukai matahari.
Dan dalam purinya tidak pernah lagi ditutup gorden siang hari.
Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:
Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!
Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!
Selamat belajar, semoga sukses!.